Rabu, 26 Juli 2017

Tugas UAS Pra Produksi, Produksi dan Pasca Produksi

Laporan Pra Produksi, Produksi, Pasca Produksi

Pra Produksi

Rendahnya budaya membaca dan menulis remaja tingkat SMA/SMK
Tujuan : Mengetahui bagaimana beberapa remaja SMA/SMK  di jakarta, terutama di jakarta selatan.
Rencana Peliputan : SMK Muhammadiyah 15 setiabudi jakarta
Persiapan Perlengkapan : Tape recorder, Handphone, treepod, kamera, dan alat tulis.
Kordinasi dengan Narasumber : Ismi, Siswi SMK Muhammadiyah 15 Jakarta
Perizinan peliputan : Kepala sekolah Bu Rani Lestari S.pd

Pertanyaan :
Saya mau tanya, apa yang kamu lakuin kalo lagi ada jam kosong di sekolah atau dirumah ?
Kamu suka membaca ?
Menurut kamu, minat membaca para siswa SMA/SMK itu gimana ?
Dan kalo untuk minat menulis nya ?
Gimana sih menurut kamu cara numbuhin minat baca dan menulis untuk kalangan para remaja ?

 Laporan Produksi

Melakukan liputan jurnalistik dengan salah satu siswi SMK Muhammadiyah 15 jakarta
Mengambil gambar/foto jurnalistik mengenai minat membaca dan menulis remaja SMA/SMK
Penulisan artikel tentang minat membaca dan menulis remaja SMA/SMK


Pasca Produksi

Pengambilan gambar dengan teknik yang sudah di pelajari, dengan dubbing suara dan pertanyaan yang sudah di siapkan
Editing video dan audio jurnalistik, dan menulis artikel jurnalistik minat membaca dan menulis remaja SMA/SMK

Membaca dan Menulis di kalangan remaja

Siang ini saya berjalan menuju salah satu sekolah SMK di jakarta, saya datang untuk melukan liputan jurnalistik mengenai liputan minat membaca dan menulis. Kita tahu bahwa membaca itu sangat penting bagi masa depan, karna di ero globalisasi ini kita di tunutut untuk dapat mengikuti apa yang sudah  berkembang. Dengan bisa nya kita membca dan menulis kita dapat mengetahui informasi yang kita butuhkan. Kita tidak akan BUTA dengan apa yang sedang terjadi. Saat ini masih ada beberapa remaja yang ternyata minat membaca dan menulis sangat kurang, entah kerna faktor lain atau apa. Tapi itu sangat merugikan bagi dirinya sendiri, dengan di zaman modern seperti ini saya rasa amat sangat menyedihkan karna tidak bisa membaca dan menulis.
Rendahnya minat baca di kalangan anak dapat disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak mendukung, terutama dari orang tua anak-anak yang tidak mencontohkan kegemaran membaca kepada anak-anak mereka. Selain itu, kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua mereka terhadap kegiatan anak-anaknya. Hal ini dapat dikaitkan pula dengan konsep pendidikan yang diterapkan dan dipahami orang tua. Sementara terkait dengan fasilitas, minimnya ketersediaan bahan bacaan di rumah juga dapat membuat anak kurang berminat pada kegiatan membaca karena tidak ada atau kurangnya sumber bacaan yang tersedia di rumah. Selain dari sisi keluarga, terdapat juga pengaruh dari lingkungan. Karena pengaruh ajakan yang begitu kuat dari lingkungan (teman), anak lebih memilih bermain dengan teman-temannya dibanding membaca buku. Dan terakhir, ketersediaan waktu yang kurang, membuat anak kurang berminat untuk membaca.  Seperti kondisi beberapa informan anak yang bersekolah dengan sistem full day school, tentu sebagian besar waktu dalam sehari sudah banyak dihabiskan di sekolah. Kesempatan memiliki waktu luang sangat terbatas. Apalagi jika masih ada kegiatan-kegiatan rutin yang mereka jalani setelah pulang sekolah. Kalaupun masih ada sisa waktu, mereka lebih memanfaatkan untuk bersantai dan melepas lelah.

Rendahnya minat baca siswa, tentu tidak hanya sebatas masalah kuantitas dan kualitas buku saja, melainkan terkait juga pada banyak hal yang saling berhubungan. Misalnya, mental anak dan lingkungan keluarga/masyarakat yang tidak mendukung. Orang kota mungkin kesulitan membangkitkan minat baca siswa karena serbuan media informasi dan hiburan elektronik. Sementara di pelosok desa, siswa lebih suka keluyuran ketimbang membaca. Sebab, di sana lingkungan/tradisi membaca tidak tercipta. Orang lebih suka ngerumpi atau menonton acara televisi daripada membaca.




Hasil Video Jurnalistik




Hasil Foto Jurnalistik




Minggu, 09 Juli 2017

Artikel tentang Foto dan Video Jurnalistik

Foto Jurnalistik 
Fotografi jurnalistik jelas berbeda dengan bidang fotografi lainnya.  Foto jurnalistik adalah bagian dari dunia jurnalistik yang menggunakan bahasa visual untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan tetap terikat kode etik jurnalistik. Foto jurnalistik bukan sekadar jeprat-jepret semata. Ada etika yang selalu dijunjung tinggi, ada pesan dan berita yang ingin disampaikan, ada batasan batasan yang tidak boleh dilanggar, dan ada momentum yang harus ditampilkan dalam sebuah frame. Hal terpenting dari fotografi jurnalistik adalah nilai-nilai kejujuran yang selalu didasarkan pada fakta obyektif semata.
Para pewartanya harus selalu berada di garis depan. Mereka pun selalu siaga di garis belakang dalam mewartakan sebuah berita kepada masyarakat luas. Pewarta foto juga dituntut sigap dalam menangkap setiap “momentum” dari sebuah peristiwa, membingkainya dengan dalam sebuah gambar yang berbeda dari apa yang dilihat oleh khalayak awam. Pun yang terpenting, mereka harus mengerti dan paham atas peristiwa yang sedang diabadikannya.
Dasar kelahiran pertumbuhan jurnalistik foto, menurut Soelarko ditentukan oleh tiga faktor:
1. Rasa ingin tahu manusia, yang merupakan naluri dasar, yang menjadi wahana kemajuan.
2. Pertumbuhan media massa sebagai media audio visual, yang memuat tulisan (atau uraian mulut) dan gambar (termasuk gambar yang hidup).
3. Kemajuan teknologi, yang memungkinkan terciptanya kemajuan fotografi dengan pesat (termasuk perfilm-an dan video untuk pemberitaan)
Dalam dunia jurnalistik, foto merupakan kebutuhan yang vital. Sebab foto merupakan salah satu daya pemikat bagi para pembacanya. Selain itu, foto merupakan pelengkap dari berita tulis. Penggabungan keduanya, kata-kata dan gambar, selain menjadi lebih teliti dan sesuai dengan kenyataan dari sebuah peristiwa, juga seolah mengikutsertakan pembaca sebagai saksi dari peristiwa tersebut.
Esensi dari foto jurnalistik adalah suatu foto atau gambar yang dapat bercerita atau memaparkan kejadian apa yang terjadi dalam foto tersebut.
Kelebihan dari sebuah foto sebagai medium komunikasi visual menjadikan lebih mudah dipahami dari pada tulisan yang membutuhkan tenaga dan pikiran.
Henri Cartier-Bersson, pendiri agen foto terkemuka di dunia Magnum
“foto jurnalistik adalah berkisah dengan sebuah gambar, melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra tersebut mengungkap sebuah cerita”
Oscar Motuloh, fotografer dan supervisor biro foto Antara
“… Seorang jurnalis foto tidak sekedar menampilkan kekerasan dan darah tetapi juga merekam peristiwa-peristiwa di sekitar kita yang menarik untuk diabadikan, foto jurnalistik dan foto dokumentasi mempunyai dasar yang sama, keduanya berdasarkan realitas kehidupan. Keduanya hanya dibatasi oleh suatu garis yang tipis yaitu dipublikasikan atau tidak. Foto jurnalistik dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu spot dan feature. Foto spot lebih bersifat berita, sedangkan foto feature memberi informasi yang tidak mudah basi, seperti essay foto yang banyak terdapat di majalah National Geographic dan keduanya berkembang pesat.”
Hendro Subroto, wartawan perang senior
“… foto jurnalistik harus bisa menceritakan kejadian sehingga tidak banyak komentar pun orang sudah tahu cerita fotonya foto itu dan yang terpenting dalam foto jurnalistik adalah moment”
Menurut Prof. Mitchel V. Charnley :
“News is timely report a fact or opinion of either interest or important or both to a considerable number of people”
(Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang penting atau menarik minat, atau keduanya bagi sejumlah besar orang.)
Fungsi jurnalistik :
• menyiarkan informasi
• mendidik
• menghibur
• mempengaruhi
Dalam foto jurnalistik terdapat kategori-kategori untuk membedakan suatu foto itu termasuk kedalam karya foto jurnalis atau bukan.
Ada 3 kategori yaitu :
  1. 1.       Foto Human Interest
Foto dalam hal ini biasanya menampilkan manusia dan lingkungannya, sesuai dengan namanya. Foto ini membawa pesan tentang sisi kemanusiaan yang dapat menggugah rasa kemanusiaan orang yang melihatnya.
  1. 2.       Foto Feature
Biasanya foto feature di gunakan untuk menerangkan atau memperkuat suatu tulisan baik di majalah, koran dan lain-lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa foto yang di pakai dalam foto feature juga merupakan foto Human Interest.tetapi perbedaan diantara foto-foto lain adalah pada hal yang ditampilkan. Biasanya yang ditampilkan bukan peristiwa utamanya, tetapi sisi lain dari berita atau peristiwa tersebut.
  1. Foto Berita (Spot News atau On The Spot)
Dalam membuat Spot News kita berpedoman atau memuat unsur  What, Why, Who, Where, When and How. Foto inimenampilkan gambar-gambar yang tanpa membaca keterangan atau resensi yang ada sudah dapat bercerita atatu bisa dikatakan berdiri sendiri.. semakin banyak informasi yang terekam dalam foto tersebut, semakin layak foto tersebut. Akan tetapi terbatas pada kehangatan berita yang disajikan. Waktu yang terbatas akan membuat foto berita ini cepat basi. Namun foto ini masih dapat digunakan walaupun hanya sebatas dokumen.
Teknik foto jurnalistik haruslah memiliki unsur :
  1. Ide, setiap wartawan foto tidak boleh hanya melihat peristiwa yang sedang atau telah terjadi, tetapi harus dapat belajar dari ide agar bisa mengetahui sesuatu yang akan terjadi;
  2. Latar belakang, wartawan foto dituntut untuk mengetahui story di balik ide dan jika ada harus diketahui kemana arah story tersebut;
  3. Sumber daya manusianya, wartawan foto harus memiliki kemampuan untuk menampilkan story dalam bentuk foto;
  4. Lokasi, untuk mencapai unsur believeability  dan orisinalitas karya, wartawan foto harus turun ke lapangan dan ikut serta  secara langsung di tempat kejadian;
  5. Assembly, foto yang telah didapat harus di-assembling (dikembangkan) sehingga menjadi rangkaian yang utuh;
Hal-hal yang harus dicantumkan dalam foto yang diajukan pada media cetak antara lain :
  1. Caption text, yaitu teks yang sedikit menjelaskan atau memberi gambaran tentang foto. Biasanya diletakkan di samping atau di bawah foto yang bersangkutan;
  2. Credit tittle, yaitu teks yang lazimnya berada pada bingkai foto dan menyebutkan:
¨       pengambil foto dan dari institusi mana berasal, misalnya foto : Bejo/DIANNS;
¨       sumber foto, jika foto tersebut diambil dari media lain, misalnya foto : Tempo;
Video Jurnalistik
apa itu video dan apa itu jurnalistik? Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital. Sedangkan jurnalistik sendiri adalahilmu yang mempelajari tentang analisis data, fakta, atau fenomena yang terjadi dalam semua aspek terutama aspek ekonomi,sosial, budaya, politik dan keilmuan. Orang yang bergelut dalam bidang jurnalistik disebut jurnalis atau wartawan. Dimana mereka bekerja untuk memperoleh dan mengumpulkan data terbaru, akurat yang sifatya bisa memberikan informasi dalam bentuk berita tulis maupun gambar beserta suara pada masyarakat luas.
Jika kedua kata diatas di satukan maka akan terbentuklah suatu pengertian baru yaitu, video jurnalistik adalah laporan berita yang dipaparkan dalam bentuk gambar gerak (rekaman video), yang sering kita lihat dalam media pertelevisian. Banyak penikmat berita yang memilih untuk mengetahui pemberitaan secara langsung atau live report, melalui TV dibandingkan harus membuka surat kabar yang ukurannya cukup besar. Adapun video jurnalistik biasanya memuat sebuah pristiwa yang sedang terjadi seperti, tawuran, demo, kebakaran dll yang notabenenya adalah sebuah peristiwa yang tidak mungkin terulang. Video jurnalistik seperti yang di contohkan diatas bisa dimasukan kedalam kategori straight news. Berita yang tidak terlalu dalam namun tetap memuat syarat-syarat penulisan berita seperti 5W+1H. Biasanya video seperti itu hanya berdurasi 1-3 menit sesuai informasi yang ingin disampaikan oleh wartawan tersebut.
Berbeda dengan video jurnalistik yang memiliki muatan lebih mendalam seperti investigasi, ataupun berita kuliner, lokasi wisata, perjalanan dll yang dapat di kategorikan dalam sebuah berita feature. Berita video dengan muatan seperti itu biasanya memiliki angle yang mendalam, berdurasi 5-10 menit atau bahkan lebih, gambar yang tampakpun memiliki beragam sudut pengambilan dan biasanya berbeda-beda. Untuk video jurnalistik dengan muatan feature ini dapat memakan waktu penggarapan 3-7 hari sesuai dengan tingkat kesulitan dan pendalaman berita yang akan di sampaikan.
Dalam pembuatan video jurnalistik ini memiliki sistematik penyusunan atau editing poin dari video-video yang sudah terekam. Dengan durasi yang sedikit biasanya editor video hanya akan mengambil angle rekaman yang memang pas dan berkesinambungan dengan video lainnya. Sehingga terciptalah sebuah tampilan berita yang menguak sebuah pristiwa secara utuh dalam durasi yang singkat. Apa saja urutan pengambilan video dengan angle yang beraturan?
  1. WS = Wide Shoot = pengambilan angle gambar/rekaman yang dapat menunjukan seluruh keadaan lingkungan atau lokasi pada saat peristiwa terjadi. *contoh : di sebuah demo yang melibatkan ribuan masa pasti membutuhkan ruang gerak yang luas pula, maka kameramen/wartawan tersebut harus mengambil angle yang dapat memperlihatkan peristiwa tertsebut secara utuh. Entah itu demonstrannya, pengamannanya, lokasinya dll harus dapat terekam dalam satu sudut pengambilan gambar. Mengapa? Karena dengan seperti itu secara tidak langsung kita sedang menginformasikan apa pristiwanya, dimana pristiwa itu berlangsung dan siapa saja yang terlibat dalam pristiwa tersebut.
  1. MS = Medium Shoot pengambilan gambar/rekaman yang melibatkan objek yang lebih terfokus, tidak menyeluruh seperti pada WS. *contoh : dalam sebuah aksi demo maka kameramen/wartawan mengambil gambar para pendemonstran yang berkerumun tanpa harus memasukan lagi aspek lingkungan yang terlalu luas. Mengapa? Disini kita akan menampilkan sudut pandang human interes yang menggambarkan betapa mereka memperjuangkan suatu hal dengan lelahnya, sembari menanti para petinggi menanggapi mereka. Disitulah kepekaan angle dibutuhkan untuk memunculkan rasa tersebut.
  1. MCU = Medium Close Up pengambilan gambar/rekaman yang tertuju pada aspek pendukung yang ada dalam peristiwa tersebut. *contoh : dalam aksi demonstrasi pasti ada spanduk, karton dengan tulisan mengecam, mega phone, baju bertuliskan kecaman dan atribut lainnya pendukung aksi protes yang di lontarkan. Aspek-aspek tersebutlah yang akan mendukung rekaman video kita menjadi lebih hidup, menjadi tidak monoton dan membosankan.
  1. CU = Close Up pengambilan gambar/rekaman ini bertujuan untuk menegaskan tokoh yang terlibat dalam pristiwa tersebut. Penokohan disini haruslah kuat untuk menunjang pemberitaan yang faktual. *contoh : pengambilan gambar lebih terfokus kepada pelaku seperti pendemonstran/orator, petugas keamanan, pejabat yang di demo dll. Yang jelas rekaman tersebut memuat sebuah fokus utama dalam permasalahan yang ada pada saat peristiwa tersebut berlangsung.
Masih banyak hal teknis an teoritis yang harus diperhatikan dalam pembuatan video jurnalistik. Namun dasar yang disampaikan diatas sepertinya cukup untuk menstimulasi keingin tahuan para pembaca dalam hal video jurnalistik. Tunggu pemaparan lainnya yang lebih menari dalam “orat-oret singkat ogoraphobia” dilain kesempatan, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

referensi :