Rabu, 26 Juli 2017

Tugas UAS Pra Produksi, Produksi dan Pasca Produksi

Laporan Pra Produksi, Produksi, Pasca Produksi

Pra Produksi

Rendahnya budaya membaca dan menulis remaja tingkat SMA/SMK
Tujuan : Mengetahui bagaimana beberapa remaja SMA/SMK  di jakarta, terutama di jakarta selatan.
Rencana Peliputan : SMK Muhammadiyah 15 setiabudi jakarta
Persiapan Perlengkapan : Tape recorder, Handphone, treepod, kamera, dan alat tulis.
Kordinasi dengan Narasumber : Ismi, Siswi SMK Muhammadiyah 15 Jakarta
Perizinan peliputan : Kepala sekolah Bu Rani Lestari S.pd

Pertanyaan :
Saya mau tanya, apa yang kamu lakuin kalo lagi ada jam kosong di sekolah atau dirumah ?
Kamu suka membaca ?
Menurut kamu, minat membaca para siswa SMA/SMK itu gimana ?
Dan kalo untuk minat menulis nya ?
Gimana sih menurut kamu cara numbuhin minat baca dan menulis untuk kalangan para remaja ?

 Laporan Produksi

Melakukan liputan jurnalistik dengan salah satu siswi SMK Muhammadiyah 15 jakarta
Mengambil gambar/foto jurnalistik mengenai minat membaca dan menulis remaja SMA/SMK
Penulisan artikel tentang minat membaca dan menulis remaja SMA/SMK


Pasca Produksi

Pengambilan gambar dengan teknik yang sudah di pelajari, dengan dubbing suara dan pertanyaan yang sudah di siapkan
Editing video dan audio jurnalistik, dan menulis artikel jurnalistik minat membaca dan menulis remaja SMA/SMK

Membaca dan Menulis di kalangan remaja

Siang ini saya berjalan menuju salah satu sekolah SMK di jakarta, saya datang untuk melukan liputan jurnalistik mengenai liputan minat membaca dan menulis. Kita tahu bahwa membaca itu sangat penting bagi masa depan, karna di ero globalisasi ini kita di tunutut untuk dapat mengikuti apa yang sudah  berkembang. Dengan bisa nya kita membca dan menulis kita dapat mengetahui informasi yang kita butuhkan. Kita tidak akan BUTA dengan apa yang sedang terjadi. Saat ini masih ada beberapa remaja yang ternyata minat membaca dan menulis sangat kurang, entah kerna faktor lain atau apa. Tapi itu sangat merugikan bagi dirinya sendiri, dengan di zaman modern seperti ini saya rasa amat sangat menyedihkan karna tidak bisa membaca dan menulis.
Rendahnya minat baca di kalangan anak dapat disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak mendukung, terutama dari orang tua anak-anak yang tidak mencontohkan kegemaran membaca kepada anak-anak mereka. Selain itu, kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua mereka terhadap kegiatan anak-anaknya. Hal ini dapat dikaitkan pula dengan konsep pendidikan yang diterapkan dan dipahami orang tua. Sementara terkait dengan fasilitas, minimnya ketersediaan bahan bacaan di rumah juga dapat membuat anak kurang berminat pada kegiatan membaca karena tidak ada atau kurangnya sumber bacaan yang tersedia di rumah. Selain dari sisi keluarga, terdapat juga pengaruh dari lingkungan. Karena pengaruh ajakan yang begitu kuat dari lingkungan (teman), anak lebih memilih bermain dengan teman-temannya dibanding membaca buku. Dan terakhir, ketersediaan waktu yang kurang, membuat anak kurang berminat untuk membaca.  Seperti kondisi beberapa informan anak yang bersekolah dengan sistem full day school, tentu sebagian besar waktu dalam sehari sudah banyak dihabiskan di sekolah. Kesempatan memiliki waktu luang sangat terbatas. Apalagi jika masih ada kegiatan-kegiatan rutin yang mereka jalani setelah pulang sekolah. Kalaupun masih ada sisa waktu, mereka lebih memanfaatkan untuk bersantai dan melepas lelah.

Rendahnya minat baca siswa, tentu tidak hanya sebatas masalah kuantitas dan kualitas buku saja, melainkan terkait juga pada banyak hal yang saling berhubungan. Misalnya, mental anak dan lingkungan keluarga/masyarakat yang tidak mendukung. Orang kota mungkin kesulitan membangkitkan minat baca siswa karena serbuan media informasi dan hiburan elektronik. Sementara di pelosok desa, siswa lebih suka keluyuran ketimbang membaca. Sebab, di sana lingkungan/tradisi membaca tidak tercipta. Orang lebih suka ngerumpi atau menonton acara televisi daripada membaca.




Hasil Video Jurnalistik




Hasil Foto Jurnalistik




Minggu, 09 Juli 2017

Artikel tentang Foto dan Video Jurnalistik

Foto Jurnalistik 
Fotografi jurnalistik jelas berbeda dengan bidang fotografi lainnya.  Foto jurnalistik adalah bagian dari dunia jurnalistik yang menggunakan bahasa visual untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan tetap terikat kode etik jurnalistik. Foto jurnalistik bukan sekadar jeprat-jepret semata. Ada etika yang selalu dijunjung tinggi, ada pesan dan berita yang ingin disampaikan, ada batasan batasan yang tidak boleh dilanggar, dan ada momentum yang harus ditampilkan dalam sebuah frame. Hal terpenting dari fotografi jurnalistik adalah nilai-nilai kejujuran yang selalu didasarkan pada fakta obyektif semata.
Para pewartanya harus selalu berada di garis depan. Mereka pun selalu siaga di garis belakang dalam mewartakan sebuah berita kepada masyarakat luas. Pewarta foto juga dituntut sigap dalam menangkap setiap “momentum” dari sebuah peristiwa, membingkainya dengan dalam sebuah gambar yang berbeda dari apa yang dilihat oleh khalayak awam. Pun yang terpenting, mereka harus mengerti dan paham atas peristiwa yang sedang diabadikannya.
Dasar kelahiran pertumbuhan jurnalistik foto, menurut Soelarko ditentukan oleh tiga faktor:
1. Rasa ingin tahu manusia, yang merupakan naluri dasar, yang menjadi wahana kemajuan.
2. Pertumbuhan media massa sebagai media audio visual, yang memuat tulisan (atau uraian mulut) dan gambar (termasuk gambar yang hidup).
3. Kemajuan teknologi, yang memungkinkan terciptanya kemajuan fotografi dengan pesat (termasuk perfilm-an dan video untuk pemberitaan)
Dalam dunia jurnalistik, foto merupakan kebutuhan yang vital. Sebab foto merupakan salah satu daya pemikat bagi para pembacanya. Selain itu, foto merupakan pelengkap dari berita tulis. Penggabungan keduanya, kata-kata dan gambar, selain menjadi lebih teliti dan sesuai dengan kenyataan dari sebuah peristiwa, juga seolah mengikutsertakan pembaca sebagai saksi dari peristiwa tersebut.
Esensi dari foto jurnalistik adalah suatu foto atau gambar yang dapat bercerita atau memaparkan kejadian apa yang terjadi dalam foto tersebut.
Kelebihan dari sebuah foto sebagai medium komunikasi visual menjadikan lebih mudah dipahami dari pada tulisan yang membutuhkan tenaga dan pikiran.
Henri Cartier-Bersson, pendiri agen foto terkemuka di dunia Magnum
“foto jurnalistik adalah berkisah dengan sebuah gambar, melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra tersebut mengungkap sebuah cerita”
Oscar Motuloh, fotografer dan supervisor biro foto Antara
“… Seorang jurnalis foto tidak sekedar menampilkan kekerasan dan darah tetapi juga merekam peristiwa-peristiwa di sekitar kita yang menarik untuk diabadikan, foto jurnalistik dan foto dokumentasi mempunyai dasar yang sama, keduanya berdasarkan realitas kehidupan. Keduanya hanya dibatasi oleh suatu garis yang tipis yaitu dipublikasikan atau tidak. Foto jurnalistik dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu spot dan feature. Foto spot lebih bersifat berita, sedangkan foto feature memberi informasi yang tidak mudah basi, seperti essay foto yang banyak terdapat di majalah National Geographic dan keduanya berkembang pesat.”
Hendro Subroto, wartawan perang senior
“… foto jurnalistik harus bisa menceritakan kejadian sehingga tidak banyak komentar pun orang sudah tahu cerita fotonya foto itu dan yang terpenting dalam foto jurnalistik adalah moment”
Menurut Prof. Mitchel V. Charnley :
“News is timely report a fact or opinion of either interest or important or both to a considerable number of people”
(Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang penting atau menarik minat, atau keduanya bagi sejumlah besar orang.)
Fungsi jurnalistik :
• menyiarkan informasi
• mendidik
• menghibur
• mempengaruhi
Dalam foto jurnalistik terdapat kategori-kategori untuk membedakan suatu foto itu termasuk kedalam karya foto jurnalis atau bukan.
Ada 3 kategori yaitu :
  1. 1.       Foto Human Interest
Foto dalam hal ini biasanya menampilkan manusia dan lingkungannya, sesuai dengan namanya. Foto ini membawa pesan tentang sisi kemanusiaan yang dapat menggugah rasa kemanusiaan orang yang melihatnya.
  1. 2.       Foto Feature
Biasanya foto feature di gunakan untuk menerangkan atau memperkuat suatu tulisan baik di majalah, koran dan lain-lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa foto yang di pakai dalam foto feature juga merupakan foto Human Interest.tetapi perbedaan diantara foto-foto lain adalah pada hal yang ditampilkan. Biasanya yang ditampilkan bukan peristiwa utamanya, tetapi sisi lain dari berita atau peristiwa tersebut.
  1. Foto Berita (Spot News atau On The Spot)
Dalam membuat Spot News kita berpedoman atau memuat unsur  What, Why, Who, Where, When and How. Foto inimenampilkan gambar-gambar yang tanpa membaca keterangan atau resensi yang ada sudah dapat bercerita atatu bisa dikatakan berdiri sendiri.. semakin banyak informasi yang terekam dalam foto tersebut, semakin layak foto tersebut. Akan tetapi terbatas pada kehangatan berita yang disajikan. Waktu yang terbatas akan membuat foto berita ini cepat basi. Namun foto ini masih dapat digunakan walaupun hanya sebatas dokumen.
Teknik foto jurnalistik haruslah memiliki unsur :
  1. Ide, setiap wartawan foto tidak boleh hanya melihat peristiwa yang sedang atau telah terjadi, tetapi harus dapat belajar dari ide agar bisa mengetahui sesuatu yang akan terjadi;
  2. Latar belakang, wartawan foto dituntut untuk mengetahui story di balik ide dan jika ada harus diketahui kemana arah story tersebut;
  3. Sumber daya manusianya, wartawan foto harus memiliki kemampuan untuk menampilkan story dalam bentuk foto;
  4. Lokasi, untuk mencapai unsur believeability  dan orisinalitas karya, wartawan foto harus turun ke lapangan dan ikut serta  secara langsung di tempat kejadian;
  5. Assembly, foto yang telah didapat harus di-assembling (dikembangkan) sehingga menjadi rangkaian yang utuh;
Hal-hal yang harus dicantumkan dalam foto yang diajukan pada media cetak antara lain :
  1. Caption text, yaitu teks yang sedikit menjelaskan atau memberi gambaran tentang foto. Biasanya diletakkan di samping atau di bawah foto yang bersangkutan;
  2. Credit tittle, yaitu teks yang lazimnya berada pada bingkai foto dan menyebutkan:
¨       pengambil foto dan dari institusi mana berasal, misalnya foto : Bejo/DIANNS;
¨       sumber foto, jika foto tersebut diambil dari media lain, misalnya foto : Tempo;
Video Jurnalistik
apa itu video dan apa itu jurnalistik? Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital. Sedangkan jurnalistik sendiri adalahilmu yang mempelajari tentang analisis data, fakta, atau fenomena yang terjadi dalam semua aspek terutama aspek ekonomi,sosial, budaya, politik dan keilmuan. Orang yang bergelut dalam bidang jurnalistik disebut jurnalis atau wartawan. Dimana mereka bekerja untuk memperoleh dan mengumpulkan data terbaru, akurat yang sifatya bisa memberikan informasi dalam bentuk berita tulis maupun gambar beserta suara pada masyarakat luas.
Jika kedua kata diatas di satukan maka akan terbentuklah suatu pengertian baru yaitu, video jurnalistik adalah laporan berita yang dipaparkan dalam bentuk gambar gerak (rekaman video), yang sering kita lihat dalam media pertelevisian. Banyak penikmat berita yang memilih untuk mengetahui pemberitaan secara langsung atau live report, melalui TV dibandingkan harus membuka surat kabar yang ukurannya cukup besar. Adapun video jurnalistik biasanya memuat sebuah pristiwa yang sedang terjadi seperti, tawuran, demo, kebakaran dll yang notabenenya adalah sebuah peristiwa yang tidak mungkin terulang. Video jurnalistik seperti yang di contohkan diatas bisa dimasukan kedalam kategori straight news. Berita yang tidak terlalu dalam namun tetap memuat syarat-syarat penulisan berita seperti 5W+1H. Biasanya video seperti itu hanya berdurasi 1-3 menit sesuai informasi yang ingin disampaikan oleh wartawan tersebut.
Berbeda dengan video jurnalistik yang memiliki muatan lebih mendalam seperti investigasi, ataupun berita kuliner, lokasi wisata, perjalanan dll yang dapat di kategorikan dalam sebuah berita feature. Berita video dengan muatan seperti itu biasanya memiliki angle yang mendalam, berdurasi 5-10 menit atau bahkan lebih, gambar yang tampakpun memiliki beragam sudut pengambilan dan biasanya berbeda-beda. Untuk video jurnalistik dengan muatan feature ini dapat memakan waktu penggarapan 3-7 hari sesuai dengan tingkat kesulitan dan pendalaman berita yang akan di sampaikan.
Dalam pembuatan video jurnalistik ini memiliki sistematik penyusunan atau editing poin dari video-video yang sudah terekam. Dengan durasi yang sedikit biasanya editor video hanya akan mengambil angle rekaman yang memang pas dan berkesinambungan dengan video lainnya. Sehingga terciptalah sebuah tampilan berita yang menguak sebuah pristiwa secara utuh dalam durasi yang singkat. Apa saja urutan pengambilan video dengan angle yang beraturan?
  1. WS = Wide Shoot = pengambilan angle gambar/rekaman yang dapat menunjukan seluruh keadaan lingkungan atau lokasi pada saat peristiwa terjadi. *contoh : di sebuah demo yang melibatkan ribuan masa pasti membutuhkan ruang gerak yang luas pula, maka kameramen/wartawan tersebut harus mengambil angle yang dapat memperlihatkan peristiwa tertsebut secara utuh. Entah itu demonstrannya, pengamannanya, lokasinya dll harus dapat terekam dalam satu sudut pengambilan gambar. Mengapa? Karena dengan seperti itu secara tidak langsung kita sedang menginformasikan apa pristiwanya, dimana pristiwa itu berlangsung dan siapa saja yang terlibat dalam pristiwa tersebut.
  1. MS = Medium Shoot pengambilan gambar/rekaman yang melibatkan objek yang lebih terfokus, tidak menyeluruh seperti pada WS. *contoh : dalam sebuah aksi demo maka kameramen/wartawan mengambil gambar para pendemonstran yang berkerumun tanpa harus memasukan lagi aspek lingkungan yang terlalu luas. Mengapa? Disini kita akan menampilkan sudut pandang human interes yang menggambarkan betapa mereka memperjuangkan suatu hal dengan lelahnya, sembari menanti para petinggi menanggapi mereka. Disitulah kepekaan angle dibutuhkan untuk memunculkan rasa tersebut.
  1. MCU = Medium Close Up pengambilan gambar/rekaman yang tertuju pada aspek pendukung yang ada dalam peristiwa tersebut. *contoh : dalam aksi demonstrasi pasti ada spanduk, karton dengan tulisan mengecam, mega phone, baju bertuliskan kecaman dan atribut lainnya pendukung aksi protes yang di lontarkan. Aspek-aspek tersebutlah yang akan mendukung rekaman video kita menjadi lebih hidup, menjadi tidak monoton dan membosankan.
  1. CU = Close Up pengambilan gambar/rekaman ini bertujuan untuk menegaskan tokoh yang terlibat dalam pristiwa tersebut. Penokohan disini haruslah kuat untuk menunjang pemberitaan yang faktual. *contoh : pengambilan gambar lebih terfokus kepada pelaku seperti pendemonstran/orator, petugas keamanan, pejabat yang di demo dll. Yang jelas rekaman tersebut memuat sebuah fokus utama dalam permasalahan yang ada pada saat peristiwa tersebut berlangsung.
Masih banyak hal teknis an teoritis yang harus diperhatikan dalam pembuatan video jurnalistik. Namun dasar yang disampaikan diatas sepertinya cukup untuk menstimulasi keingin tahuan para pembaca dalam hal video jurnalistik. Tunggu pemaparan lainnya yang lebih menari dalam “orat-oret singkat ogoraphobia” dilain kesempatan, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

referensi :

Selasa, 02 Mei 2017

Ki Enthus Susmono "Sang Dalang Wayang Kulit dari Tegal"



Saya akan mengenalkan salah satu dalang terkenal di indonesia yang berasal dari kampung halaman saya sendiri yaitu Ki Enthus Susmono

Ki Enthus Susmono (lahir di Tegal, 21 Juni 1966; umur 46 tahun) adalah seorang dalang yang berasal dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ia adalah anak satu-satunya Soemarjadihardja, dalang wayang golèk terkenal dari Tegal dengan istri ke-tiga bernama Tarminah. Bahkan R.M. Singadimedja, kakek moyangnya, adalah dalang terkenal dari Bagelen pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.

KI Enthus Susmono dengan segala kiprahnya yang kreatif, inovatif serta intensitas eksplorasi yang tinggi, telah membawa dirinya menjadi salah satu dalang kondang dan terbaik yang dimiliki negeri ini. Pikiran dan darah segarnya mampu menjawab tantangan dan tuntutan yang disodorkan oleh dunianya, yaitu jagat pewayangan.

Gaya sabetannya yang khas, kombinasi sabet wayang golek dan wayang kulit membuat pertunjukannya berbeda dengan dalang-dalang lainnya. Ia juga memiliki kemampuan dan kepekaan dalam menyusun komposisi musik, baik modern maupun tradisi (gamelan). Kekuatan mengintrepretasi dan mengadaptasi cerita serta kejelian membaca isu-isu terkini membuat gaya pakeliran-nya menjadi hidup dan interaktif. Didukung eksplorasi pengelolaan ruang artisitik kelir menjadikannya lakon-lakon yang ia bawakan bak pertunjukan opera wayang yang komunikatif, spektakuler, aktual, dan menghibur. Pada tahun 2005, dia terpilih menjadi dalang terbaik se-Indonesia dalam Festival Wayang Indonesia yang diselanggarakan di Taman Budaya Jawa Timur. Dan pada tahun 2008 ini dia mewakili Indonesia dalam event Festival Wayang Internasional di Denpasar, Bali.

Ia adalah salah satu dalang yang mampu membawa pertunjukan wayang menjadi media komunikasi dan dakwah secara efektif. Pertunjukan wayangnya kerap dijadikan sebagai ujung tombak untuk menyampaikan program-program pemerintah kepada masyarakat seperti: kampanye; anti-narkoba, anti-HIV/Aids, HAM, Global Warming, program KB, pemilu damai, dan lain-lain. Di samping itu dia juga aktif mendalang di beberapa pondok pesantren melalui media Wayang Wali Sanga.

Kemahiran dan ‘kenakalannya’ mendesain wayang-wayang baru/kontemporer seperti wayang Goerge Bush, Saddam Husein, Osama bin Laden, Gunungan Tsunami Aceh, Gunungan Harry Potter, Batman, wayang alien, wayang tokoh-tokoh politik, dan lain-lain membuat pertunjukannya selalu segar, penuh daya kejut, dan mampu menembus beragam segmen masyarakat. Ribuan penonton selalu membanjiri saat ia mendalang. Keberaniannya melontarkan kritik terbuka dalam setiap pertunjukan wayangnya, memosisikan tontonan wayang bukan sekadar media hiburan, melainkan juga sebagai media alternatif untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.

Baginya, wayang adalah sebuah kesenian tradisi yang tumbuh dan harus selalu dimaknai kehadiriannya agar tidak beku dalam kemandegan. Daya kreatif dan inovasinya telah mewujud dalam berbagai bentuk sajian wayang, antara lain: wayang planet (2001-2002), Wayang Wali (2004-2006), Wayang Prayungan (2000-2001), Wayang Rai Wong (2004-2006), Wayang Blong (2007) dan lain-lain. Museum Rekor Dunia Indonesia-pun (MURI) menganugerahi dirinya sebagai dalang terkreatif dengan kreasi jenis wayang terbanyak (1491 wayang). Dan beberapa wayang kreasinya telah dikoleksi oleh beberapa museum besar di dunia antara lain; Tropen Museum di Amsterdam Belanda, Museum of Internasional Folk Arts (MOIFA) New Mexico, dan Museum Wayang Walter Angts Jerman. Semuanya tak lain dimuarakan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat luas terhadap wayang, penajaman pasar, dan membumikan kembali wayang kulit di tanah air tercinta ini.


Penghargaan yang pernah diraih


Ribuan kali pementasan pewayangan di berbagai kota di Indonesia (1986—sekarang), dengan akumulasi rata-rata setiap tahunnya sebanyak 70 pementasan

Menggelar Wayang Simphony di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam rangka Sepekan Wayang Kebangsaan (2006).

Melahirkan konsep Wayang Kebangsaan, sebuah konsep pagelaran wayang yang mengangkat isu-isu kebangsaan dan nasionalisme.

Menggelar pentas Duel Dalang Kondang: Ki Enthus & Ki Manteb, di Monumen GBN Slawi, Tegal (2007)

Menggelar pentas Wayang Blong, dalam event Festival Seni Surabaya (2007).

Mewakili Indonesia dalam event Festival Wayang Internasional di Denpasar, Bali (2008)

Dalang terbaik se-Indonesia dalam Festival Wayang Indonesia (2005)

Gelar Doktor Honoris Causa bidang seni budaya dari International Universitas Missouri, U.S.A Laguna College of Bussines and Arts, Calamba, Philippines(2005).

2007 memecahkan Rekor Muri sebagai dalang terkreatif dengan kreasi jenis wayang terbanyak (1491 wayang).

Pemuda Award Tahun bidang Seni dan Budaya, dari DPD HIPMI Jawa Tengah (2005).

Seniman Berprestasi



Mungkin disini ada yag belum tahu apa itu wayang kulit ?



Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan ini juga populer di beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu.
UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula negara lain yang memiliki pertunjukan boneka. Namun pertunjukan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya tutur dan keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Untuk itulah UNESCO memasukannya ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2003.
Tak ada bukti yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar di Asia Selatan. Diperkirakan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang India. Namun, kegeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung pada Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayangKetika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata.
Para Wali Sembilan di Jawa, sudah membagi wayang menjadi tiga. Wayang Kulit di timur, wayang wong di jawa tengah dan wayang golek di Jawa barat. Adalah Raden Patah dan Sunan Kali Jaga yang berjasa besar. Carilah wayang di Jawa Barat, golek ono dalam bahasa jawi, sampai ketemu wong nya isi nya yang di tengah, jangan hanya ketemu kulit nya saja di Timur di wetan wiwitan. Mencari jati diri itu di Barat atau Kulon atau kula yang ada di dalam dada hati manusia. Maksud para Wali terlalu luhur dan tinggi filosofi nya. Wayang itu tulen dari Jawa asli, pakeliran itu artinya pasangan antara bayang bayang dan barang asli nya. Seperti dua kalimah syahadat. Adapun Tuhan masyrik wal maghrib itu harus di terjemahkan ke dalam bahasa jawa dulu yang artinya wetan kawitan dan kulon atau kula atau saya yang ada di dalam. Carilah tuhan yang kawitan pertama dan yang ada di dalam hati manusia. (sik)
Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi, di mana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam.

Ketika misionaris Katolik, Bruder Timotheus L. Wignyosubroto, FIC pada tahun 1960 dalam misinya menyebarkan agama Katolik, ia mengembangkan Wayang Wahyu, yang sumber ceritanya berasal dari Alkitab.


Aksi para buruh bakar karangan bunga milik Ahok

Aksi peringatan Hari Buruh Internasional atau lazim disebut May Day di Jakarta diwarnai insiden pembakaran karangan bunga untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.





Sebagian buruh dari sebuah organisasi membakari karangan-karangan bunga untuk Ahok yang terpasang di jalanan sekitar Balai Kota. Mereka mengangkuti sejumlah karangan bunga, menumpuknya, dan membakarnya.

Mereka datang dari berbagai daerah menggunakan bus sejak pukul 08.00 WIB. Mereka menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2016 tentang Pengupahan. Beberapa organisasi buruh yang terlibat dalam aksi tersebut yakni SPN, SPSI, FSPMI, dan Aspek.
Mereka beralasan puluhan karangan bunga di sekitar kawasan Monas telah mengotori Ibu Kota. Aksi tersebut kemudian dihentikan pihak kepolisian dan Satpol PP.
Pada May Day kali ini, puluhan ribu buruh yang berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya hadir mengikuti aksi unjuk rasa yang terpusat di Jakarta.
Tidak hanya demo untuk menyampaikan aspirasi para buruh saja, namun ada beberapa aksi yang para buruh lakukan untuk memperingati May Day ini.
Seperti dua aksi yang terjadi di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta dan kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta.
Mereka tampak mengumpulkan puluhan karangan bunga milik Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat. Buruh kesal karena karangan bunga tersebut telah mengotori pemandangan kota. 

Apalagi, warna karangan bunga sudah pudar. Bunga pun telah layu dan beberapa tulisan-tulisannya telah copot. Karangan bunga yang isinya ucapan terima kasih itu tampak dikumpulkan dan kemudian di bakar oleh buruh. Asap hitam membumbung tinggi bahkan hingga terlihat di kawasan Patung Kuda, Jakarta. 
Awalnya seorang koordinator lapangan dari‎ FSP LEM PSI‎ mengaku resah adanya pemandangan tidak menarik di depan kawasan Balai Kota. Lewat pengeras suara dia pun meminta rekan-rekannya dari buruh mengumpulkan karangan bunga dan membakarnya.
"Balai Kota ini sudah dikotori dengan karangan bunga yang tidak penting, maka harus dibersihkan," teriak koordinator aksi di lokasi, Senin (1/4).
Koordinator dengan pengeras suara itu juga mengeluh karena tidak ada petugas yang ‎membersihkan sampah-sampah karangan bunga itu. Mereka seakan tidak peduli terhadap karangan bunga yang sudah berubah bentuk menjadi tidak indah itu.
"Mana petugas kebersihan, ini kenapa tidak dibersihkan," katanya.
Pantauan di lapangan, puluhan aparat keamanan yang terdiri dari polisi, TNI dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP‎) sudah berusaha menghalau atau mencegah aksi buruh tersebut. Namun tidak bisa dilakukan karena kalah jumlah.
Setelah karangan bunga untuk Ahok-Djarot itu dibakar buruh tampak senang dan bersuka cita, karena pemandangan kota telah bersih. "Balai Kota harus bersih, kota tidak boleh kotor," teriak para buruh.




Lepas dari insiden itu, aksi May Day berlangsung damai. Belasan ribu buruh dari berbagai wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, tumpah ruah di pusat kota Jakarta merayakan Hari Buruh Internasional yang dijadikan hari libur sejak masa kepresidenan Gus Dur atau Abdurachman Wahid.
Sebagaimana dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Ging Ginanjar, berbagai atribut, bendera, spanduk, poster dikibarkan dan dibentangkan. Para pemimpin buruh dan orator berpidato di mobil-mobil mimbar, dan para buruh menyambut dengan yel-yel perjuangan.




Ratusan tuntutan tercantum dalam poster-poster, namun umumnya meliputi seruan HOSJATUM, akronim untuk hapus outsourcing(alih daya), pemberian jaminan sosial, dan tolak upah murah.
Dalam keterangannya, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengklaim sistem alih daya marak kembali dalam dua tahun terakhir di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
upah, Said Iqbal menuntut penghapusan sistem upah yang regulasinya tertuang dalam PP No. 78 tahun 2015. Menurutnya upah para buruh di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan upah beberapa negara di ASEAN, seperti Vietnam dan Malaysia.



Selasa, 04 April 2017

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik

         adalah himpunan etika profesi kewartawanan.[1] Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik.[2] Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional
Fungsi
      Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan.[4] M. Alwi Dahlan sangat menekankan betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan.[5]Menurutnya, Kode Etik setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:[5]
a. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya;
b. Melindungi masyarakat dari malapraktik oleh praktisi yang kurang profesional;
c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi;
d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi;
e. Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber


Pedoman Media Siber
       Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.
Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup
a. Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.
2. Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
b. Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
c. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
a. Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
b. Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
c. Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
1) Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
2) Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;
3) Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
d. Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c).
e. Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.
f. Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.
g. Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).
h. Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).
4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
5. Pencabutan Berita
a. Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
c. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.
6. Iklan
a. Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.
b. Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan "advertorial", "iklan", "ads", "sponsored", atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.
7. Hak Cipta
Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Pencantuman Pedoman
Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.
9. Sengketa
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.



UU Pedoman Pers



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
  1. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
  2. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  3. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
  4. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
  5. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
  1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
  2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
  3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
  4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
  5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
  6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
  7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
  8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
  9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
  10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
  11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
  12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
  13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
  14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.


BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
  1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
  2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Pasal 4
  1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
  1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
  2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
  3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
  3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
  4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
  5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
  1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
  2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
  1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
  2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :
  1. a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
  2. b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
  1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
  2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
    1. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
    2. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
    3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
    4. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
    5. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
    6. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
    7. mendata perusahaan pers;
  3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
    1. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
    2. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
    3. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
  4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
  5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
  7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
    1. organisasi pers;
    2. perusahaan pers;
    3. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
  1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
  2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
    1. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    2. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
  1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
  1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
  2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
  1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
  2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



9 Elemen Jurnalistik Menurut Bill Kovuch dan Tom Rosintiel

Ada sejumlah prinsip dalam jurnalisme, yang sepatutnya menjadi pegangan setiap jurnalis. Prinsip-prinsip ini telah melalui masa pasang dan surut. Namun, dalam perjalanan waktu, terbukti prinsip-prinsip itu tetap bertahan.

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001), dalam bukunya The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers), merumuskan prinsip-prinsip itu dalam Sembilan Elemen Jurnalisme. Kesembilan elemen tersebut adalah:


1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga (citizens)
3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
4. Jurnalis harus tetap independen dari pihak yang mereka liput
5. Jurnalis harus melayani sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan
6. Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik maupun komentar dari publik
7. Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting itu menarik dan relevan
8. Jurnalis harus menjaga agar beritanya komprehensif dan proporsional
9. Jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani mereka